Spend time
Kencana menghisap sebatang rokok tipis berlogo
avolution hingga menohok kedalam
kerongkongan. “uhuk.. uhuk..arrg…”, di keluarkannya rasa batuk yang gatal itu dari
tenggorokan.
Ia masih duduk disana termenung untuk sekian menit
selanjutnya. Posisinya menghadap ke jalan merdeka; starbucks coffee, deretan meja terluar smoking area, beratapkan payung canopy.
1 meja terdiri dari bangku berjumlah 3 buah. Ia memilih duduk di bangku tengah,
Dimejanya terdapat majalah tempo terbitan terbaru minggu
pertama bulan April, sebungkus rokok avolution
dan kopi Americano ukuran tall yang dicampur 3 sachet gula untuk memaniskan rasa asam
kopi robusta. Satu batang rokok yang membuatnya terbatuk tadi masih ia genggam;
ukuran batangnya tinggal setengah.
Halaman cover
majalah tempo itu masih tetap berada diposisinya, covernya berjudul “Tangan Jakarta di Serambi Mekah”. Asap nikotin
masih mengepul-ngepul dari tenggorokan dan hidung Kencana. Tidak mau Kencana
menyentuh majalah tempo sebelum rokok digenggamannya habis. Pikirannya masih
melaju melawan arah jarum jam. Tatapannya masih kedepan melihat lalu lalang
kendaran roda dua dan empat yang melaju tanpa kenal waktu. Di ingat-ingatnya
kegagalan yang melanda siang hari tadi mengenai bisnis nya tidak berjalan kemana-mana,
“Fiuuuh..”, dihembuskan asap rokok untuk kesekian
kalinya…
Jalan merdeka pukul 5 sore itu padat. Bandung Indah
Plaza sebagai pintu gerbang jalan merdeka menjadi saksi bisu puluhan pejalan
kaki dan penghuni angkot. Tempat pemberhentian sementara beratus-ratus muda-mudi
yang turun dari segala penjuru kota bandung dan kabupatennya.
Tepat disebelah meja Kencana, datanglah dua orang
wanita yang bersegera duduk. Satu bule dan satunya pribumi, mereka berdua
menggenggam minuman anti kopi. Berbicara dalam bahasa inggris yang terbata-bata.
Kencana menguping sembari berpura-pura memperhatikan kendaraan dan pejalan kaki
yang lalu lalang.
Wanita bule itu tinggi, berwajah standar, berambut
pendek pirang, bukanlah tipe Kencana yang sedari dulu hanya menyukai perawakan sunda.
Satunya wanita pribumi, berambut hitam panjang yang
dikuncir kebelakang, dan yang paling berkesan adalah wajahnya yang kesundaan;
kulit kuning langsat, hidung mancung, bola mata hitam dan berbibir tebal merah merona.
“Geulis pisan, mojang bandung nih pasti….”, lanjut Kencana
dalam hati. Pikirannya kali ini tidak lagi gundah, otaknya mulai bergerilya
memikirkan bagaimana caranya berkenalan dengan wanita berwajah sunda itu.
Dilupakannya urusan bisnis untuk sementara waktu.
Sampai akhirnya kesempatan itu tiba. Wanita bule pergi,
meninggalkan wanita sunda seorang diri. Kencana masih ragu, apakah maju atau
tidak maju..Jarak Kencana dengan wanita yang hanya 1 meter saja itu terasa
makin jauh. 1 meter terasa 1 kilometer, 1 detik terasa 1 jam. Tik tok tik tok
waktu berganti detik menanti keputusan Kencana. Sembari menata resleting celana
jeans dan merapikan kerah polo shirt warna hitamnya, Kencana lalu memutuskan
untuk maju. Dia tidak mau melewatkan kesempatan didepan mata. “Saya pasti bisa”,
ujarnya dalam hati.
Kencana segera mematikan puntung rokoknya, bangun
dari kursi dan berpindah posisi menuju meja sebelah. “Hey mbak, bisa saya
bergabung satu meja?”. Ujar Kencana dengan senyum sumringah di pipi.
“Boleh, silahkan.. santai saja”, wanita sunda itu menjawab
dengan lemah lembut sembari membuka telapak tangan kiri, sebagai tanda
mempersilahkan untuk duduk.
Kencana melihat sekelibat di tangan kiri wanita itu
kalau ada cincin yang tertampang di jari manis kirinya. Mata cincinnya
menyerupai diamond berwarna hitam, dikelilingi warna keemasan, pertanda itu
terbuat dari emas.
“Ah, bukan cincin tunangan”, “Tapi itu bisa juga
dianggap sebagai pertanda tunangan”. Kencana menghiraukan pikiran yang rumit dikepalanya
itu. Ia segera menanyakan nama sembari menjulurkan tangan kanan, “Perkenalkan
saya Kencana, nama kamu siapa?”
“Nama saya Diana”
“Tadi temannya bule yah?”
“Iya, bule jerman”
“Kamu kuliah atau kerja”
“Kuliah”
“Kuliah dimana?”
“UPI”
“Jurusan apa?”
“Sastra jerman”
Berondongan pertanyaan berderet diajukan Kencana. Iya
tidak sadar sudah 5 menit berlalu tanpa pertanyaaan balik dari Diana.
Kencana mulai ragu melanjutkan obrolan karena pertanyaan
hanya bertepuk sebelah tangan. Dia sebenarnya tahu kalau ini adalah pertanda
bagi dia untuk mengambil langkah seribu dari meja itu. Tapi rasa penasaran tetap
melanda, “daripada memikirkan bisnis, lebih baik dia memancing lagi kata-kata
dari Diana”, lanjutnya dalam hati.
“Kapan kamu wisuda”
“Tahun depan mungkin”
“Terus..
“Terus..
Pertanyaan sesi kedua tetap tidak berbalas. Kali ini Kencana
pikirannya tambah ruwet saja. Bisnis dan wanita menjadi dua cabang yang tidak
ada ujungnya.
“Oke deh, saya permisi dulu yah”, Ujar Kencana sebagai
pertanda kegagalan dia kedua kalinya, setelah bisnis, kali ini adalah wanita.
Kencana melangkah pergi meninggalkan meja menuju tempat spend time selanjutnya.
Note :
Kisah ini terinspirasi dari kejadian nyata yang
berulang-ulang kali melanda para pemuda-pemudi Indonesia yang adrenalinnya
masih tinggi dan tidak memperhatikan tanda-tanda didepan mata.
Tips buat cowok:
1. Berkenalan lah dengan wanita
yang tidak menggunakan cincin di jari manis, berlaku untuk tangan kiri dan
tangan kanan.
2. Sudah tau pertanyaannya
bertepuk sebelah tangan, ngapain di lanjutkan?, wkwkwkwkw…
Tips buat cewek:
1. Kalau kamu pengen dideketin
oleh cowok, jangan menggunakan cincin dijari manis mu yah, berlaku untuk tangan
kiri dan tangan kanan.
2. Sudah tau bertunangan,
ngapain mempersilahkan cowok untuk duduk bersebelahan?, kacaauu woooo……………