“Ayo cepat.. cepat..”, ujar pelatih lari Kencana
dengan kerasnya menggunakan toa.
“Kencana.. kencana… kamu ganteeng deh”, diimbangi teriakan puluhan
wanita yang berada dipinggiran lintasan atletik olimpiade untuk menyemangati
Kencana.
Peserta lain berada didepan Kencana. Kencana ingin
menjadi juara olimpiade hari ini, dia tidak mau menunggu hari esok untuk
menjadi juara.
Kencana lalu melaju, lari mendayu-dayu sekuat tenaga.
Kakinya sudah mengeras, otot-otot seperti mau mengelupas. Ini putaran terakhir
bagi nya dihitungan ke-8 dalam perlombaan lari olimpiade tingkat dunia. Dia tidak
mau melewatkan kesempatan terakhir, dilibaslah semua deretan peserta lain hanya
dalam beberapa detik saja.
Akhirnya garis finish tercapai, teriakan puluhan
wanita dan pelatih lari yang sejak putaran 1 hingga putaran 8 menyemangati
Kencana mulai berhenti begitu Kencana menghentikan lari dan berjalan kaki.
Para peserta lain yang notabene terdiri dari anak-anak, dewasa hingga orang tua adalah
saingannya Kencana. Di lintasan terluar terdiri dari kakek-kakek tua yang jalan
kaki tergopoh-gopoh, malah ada yang memakai bantuan tongkat penyangga untuk
berjalan. Di lintasan terdalam dihuni oleh para pemuda pemudi yang berlari-lari
kecil sembari mengenakan earphone music
ditelinga kiri dan kanan mereka. Muda mudi ini bergaya modis, celingak celinguk
kepala memperhatikan sekelilingnya kalau-kalau ada yang menarik bagi indera
mata dan nafsu birahi. Di lintasan tengah, banyak anak-anak yang didampingi
orang tua nya bersenda gurau sembari berlari.
Ya, ini adalah putaran terakhir ke-8 nya di
lapangan sabuga. Teriakan para wanita dan suasana olimpiade itu hanya ilusi
yang diciptakan di dalam otak Kencana.
No comments:
Post a Comment